Nama : Lisa Octarini
Kelas : 3pa07
Npm : 10509984
TUGAS KE 2 KELOMPOK 2 PROVINSI BALI.
SEJARAH PROPINSI BALI
Propinsi Bali terdiri atas beberapa pulau, yaitu Pulau Bali, Pulau Nusa Penida, Pulau Nusa Ceningan, Pulau Nusa Lembongan, Pulau Nusa Serangan, dan Pulau Menjangan. Luas wilayah Pulau Bali secara keseluruhan 5.632,86 km2 dan jumlah penduduknya 3.156.392 jiwa dengan kepadatan 517 jiwa/km2.
SEJARAH BALI :
Penghuni pertama pulau Bali diperkirakan datang pada 3000-2500 SM yang bermigrasi dari Asia. Peninggalan peralatan batu dari masa tersebut ditemukan di desa Cekik yang terletak di bagian barat pulau. Zaman prasejarah kemudian berakhir dengan datangnya ajaran Hindu dan tulisan Sansekerta dari India pada 100 SM.
Kebudayaan Bali kemudian mendapat pengaruh kuat kebudayaan India yang prosesnya semakin cepat setelah abad ke-1 Masehi. Nama Balidwipa (pulau Bali) mulai ditemukan di berbagai prasasti, di antaranya Prasasti Blanjong yang dikeluarkan oleh Sri Kesari Warmadewa pada913 M dan menyebutkan kata Walidwipa. Diperkirakan sekitar masa inilah sistem irigasi subak untuk penanaman padi mulai dikembangkan. Beberapa tradisi keagamaan dan budaya juga mulai berkembang pada masa itu. Kerajaan Majapahit (1293–1500 AD) yang beragama Hindu dan berpusat di pulau Jawa, pernah mendirikan kerajaan bawahan di Bali sekitar tahun 1343 M. Saat itu hampir seluruh nusantara beragama Hindu, namun seiring datangnya Islam berdirilah kerajaan-kerajaan Islam di nusantara yang antara lain menyebabkan keruntuhan Majapahit. Banyak bangsawan, pendeta, artis dan masyarakat Hindu lainnya yang ketika itu menyingkir dari Pulau Jawa ke Bali.
SISTEM KEKERABATAN :
Perkawinan merupakan suatu saat yang amat penting dalam kehidupan orang Bali, karena pada saat itulah ia dapat dianggap sebagai warga penuh dari masyarakat, dan baru sesudah itu ia memperoleh hak-hak dan kewajiban seorang warga komuniti dan warga kelompok kerabat.
Menurut anggapan adat lama yang amat dipengaruhi oleh sistem klen-klen (dadia) dan sistem kasta (wangsa), maka perkawinan itu sedapat mungkin dilakukan diantara warga se-klen, atau setidak-tidaknya antara orang yang dianggap sederajat dalam kasta. Demikian, perkawinan adat di Bali itu bersifat endogami klen, sedangkan perkawinan yang dicita-citakan oleh orang Bali yang masih Kolot adalah perkawinan antara anak-anak dari dua orang saudara laki-laki.
Keadaan ini memang menyimpang dari lain-lain masyarakat yang berklen, yang pada umumnya bersifat exogam.
Orang-orang se-klen di Bali itu, adalah orang orang yang setingkat kedudukannya dalam adat dan agama, dan demikian juga dalam kasta, sehingga dengan berusaha untuk kawin dalam batas klennya, terjagalah kemungkinan akan ketegangan-keteganagan dan noda-noda keluarga yang akan terjadi akibat perkawinan antar kasta yang berbeda derajatnya. Dalam hal ini terutama harus dijaga agar anak wanita dari kasta yang tinggi jangan sampai kawin dengan pria yang lebih rendah derajat kastanya, karena perkawinan itu akan membawa malu kepada keluarga, serta menjatuhkan gengsi dari seluruh kasta dari anak wanita tersebut.
SISTEM KEPERCAYAAN :
Aktivitas upacara keagamaan pada masyarakat Bali muncul dalam frekuensi yang tinggi. Keseluruhan jenis upacara digolongkan ke dalam 5 macam (pancayadnya) yaitu:
- Manusa Yadnya, meliputi upacara dari masa kehamilan sampai dengan masa dewasa.
- Pitra Yadnya, merupakan upacara yang ditujukan kepada roh – roh leluhur dan terdiri dari serangkaian upacara
- Dewa Yadnya, merupakan upacara – upacara yang diselenggarakan pada pura atau kuil keluarga.
- Resi Yadnya, ialah upacara yang diselenggarakan dalam rangka pelantikan seorang pendeta.
- Bhuta Yadnya, meliputi upacara – upacara yang ditujukan kepada ‘bhuta’ dan ‘kala’, yaitu roh-roh halus disekitar manusia yang dapat mengganggu kehidupan manusia.
PERNIKAHAN ADAT :
Pernikahan adat bali sangat diwarnai dengan pengagungan kepada Tuhan sang pencipta, semua tahapan pernikahan dilakukan di rumah mempelai pria, karena masyarakat Bali memberlakukan sistem patriarki, sehingga dalam pelaksanan upacara perkawinan semua biaya yang dikeluarkan untuk hajatan tersebut menjadi tanggung jawab pihak keluarga laki – laki. hal ini berbeda dengan adat pernikahan jawa yang semua proses pernikahannya dilakukan di rumah mempelai wanita. Pengantin wanita akan diantarkan kembali pulang ke rumahnya untuk meminta izin kepada orang tua agar bisa tinggal bersama suami beberapa hari setelah upacara pernikahan.
Rangkaian tahapan pernikahan adat Bali adalah sebagai berikut:
- Upacara Ngekeb
- Mungkah Lawang ( Buka Pintu )
- Upacara Mesegehagung
- Madengen–dengen
- Mewidhi Widana
- Mejauman Ngabe Tipat Bantal
SUKU-SUKU DI BALI :
Suku bangsa Bali merupakan kelompok manusia yang terikat oleh kesadaran akan kesatuan budayanya, kesadaran itu diperkuat oleh adanya bahasa yang sama. Walaupun ada kesadaran tersebut, namun kebudayaan Bali mewujudkan banyak variasi serta perbedaan setempat. Agama Hindhu yang telah lama terintegrasikan ke dalam masyarakat Bali, dirasakan juga sebagai unsur yang memperkuat adanya kesadaran kesatuan tersebut.
Perbedaan pengaruh dari kebudayaan Jawa Hindhu di berbagai daerah di Bali dalam jaman Majapahit dulu, menyebabkan ada dua bentuk masyarakat Bali, yaitu masyarakat Bali – Aga dan masyarakat Bali Majapahit.
Masyarakat Bali Aga kurang sekali mendapat pengaruh dari kebudayaan Jawa – Hindhu dari Majapahit dan mempunyai struktur tersendiri. Orang Bali Aga pada umumnya mendiami desa-desa di daerah pegunungan seperti Sembiran, Cempaga Sidatapa, pedawa, Tiga was, di Kabupaten Buleleng dan desa tenganan Pegringsingan di Kabupaten Karangasem. Orang Bali Majapahit yang pada umumnya diam didaerah-daerah dataran merupakan bagian yang paling besar dari penduduk Bali.
KESENIAN TARI DI BALI :
Tari Bali dibagi menjadi 3, yaitu :
- Tari WALI
- Tari BEBALI
- Tari BALIH-BALIHAN
TARI WALI :
Merupakan jenis tarian upacara atau tari sakral, ditarikan pada setiap kegiatan upacara adat dan agama Hindu di Bali. Di Pura, tarian ini dipentaskan di area terdalam (Jeroan), yaitu :
- Tari Rejang
- Tari Baris :
- Tari Baris Gede
- Tari Baris Jago
- Tari Baris Tamian
- Barong Macan
- Barong Landung
TARI BEBALI :
Merupakan jenis tarian semi sakral, dapat berfungsi sebagai tari sakral dalam upacara tertentu dan sekaligus bisa sebagai tari hiburan
TARI BALIH-BALIHAN :
Merupakan jenis tarian hiburan, berfungsi sebagai hiburan masyarakat. Kalau di area Pura, tarian ini umumnya dipentaskan di panggung atau gedung (wantilan), area terluar pura (Jaba). Tarian ini dibagi menjadi 3, yaitu :
- Tari Penyambutan
- Tari Legong
- Tari Kekebyaran
Tari Penyambutan
- Tari pendet
- Tari puspa sari
- Puspa mekar
- Tari Legong
Legong Keraton Lasem
- Legong Kuntir
- Legong Kuntul
ALAT MUSIK :
Musik tradisional Bali memiliki kesamaan dengan musik tradisional di banyak daerah lainnya di Indonesia, meskipun demikian, terdapat kekhasan dalam teknik memainkan dan gubahannya, misalnya dalam bentuk kecak, yaitu sebentuk nyanyian yang konon menirukan suara kera, terdapat pula gamelan jegog, gamelan gong gede, gamelan gambang, gamelan selunding dan gamelan Semar Pegulingan.
Terdapat bentuk modern dari musik tradisional Bali, misalnya Gamelan Gong Kebyar yang merupakan musik tarian yang dikembangkan pada masa penjajahan Belanda serta Joged Bumbung yang mulai populer di Bali sejak era tahun 1950-an. Umumnya musik Bali merupakan kombinasi dari berbagai alat musik perkusi metal (metalofon), gong dan perkusi kayu (xilofon). Karena hubungan sosial, politik dan budaya, musik tradisional Bali atau permainan gamelan gaya Bali memberikan pengaruh atau saling memengaruhi daerah budaya di sekitarnya, misalnya pada musik tradisional masyarakat Banyuwangi serta musik tradisional masyarakat Lombok.
} Gamelan
} Jegog
} Genggong
} Silat Bali
BAJU TRADISIONAL WANITA :
Busana tradisional wanita umumnya terdiri dari:
v Gelung (sanggul)
v Sesenteng (kemben songket)
v Kain wastra
v Sabuk prada (stagen), membelit pinggul dan dada
v Selendang songket bahu ke bawah
v Kain tapih atau sinjang, di sebelah dalam
v Beragam ornamen perhiasan
Sering pula dikenakan kebaya, kain penutup dada, dan alas kaki sebagai pelengkap.
BAJU TRADISIONAL PRIA :
Busana tradisional pria umumnya terdiri dari:
v Udeng (ikat kepala)
v Kain kampuh
v Umpal (selendang pengikat)
v Kain wastra (kemben)
v Sabuk
v Keris
v Beragam ornamen perhiasan
MAKANAN KHAS UTAMA :
- Ayam betutu
- Babi guling
- Bandot
- Be Kokak Mekuah, Be Pasih mesambel matah
- Bebek betutu
- Berengkes
- Grangasem
- Jejeruk
- Jukut Urab
- Komoh
- Lawar
- Nasi Bubuh, Nasi Tepeng
- Penyon
- Sate Kablet, Lilit, Pentul, Penyu, Tusuk
- Timbungan
- Tum
- Urutan Tabanan
JAJANAN :
- Bubuh Sagu, Bubuh Sumsum, Bubuh Tuak
- Jaja Batun Duren, Jaja Begina, Jaja Bendu, Jaja Bikang, Jaja Engol, Jaja Godoh, Jaja Jongkok, Jaja Ketimus, Jaja Klepon, Jaja Lak-Lak, Jaja Sumping, Jaja Tain Buati, Jaja Uli misi Tape, Jaja Wajik
- Kacang Rahayu
- Rujak Bulung, Rujak Kuah Pindang, Rujak Manis, Rujak Tibah , Salak Bali
SENJATA TRADISIONAL :
ì Keris , Trisula , Panah , Penampad , Garot Tulud , Kis-Kis , Anggapan
ì Berang , Blakas , Pengiris , Tombak , Tiuk , Taji , Kandik , Caluk , Arit , Udud , Gelewang .
RUMAH ADAT :
Rumah Bali yang sesuai dengan aturan Asta Kosala Kosali (bagian Weda yang mengatur tata letak ruangan dan bangunan, layaknya Feng Shui dalam Budaya China).
Menurut filosofi masyarakat Bali, kedinamisan dalam hidup akan tercapai apabila terwujudnya hubungan yang harmonis antara aspek pawongan, palemahan dan parahyangan. Untuk itu pembangunan sebuah rumah harus meliputi aspek-aspek tersebut atau yang biasa disebut Tri Hita Karana. Pawongan merupakan para penghuni rumah. Palemahan berarti harus ada hubungan yang baik antara penghuni rumah dan lingkungannya.
Pada umumnya bangunan atau arsitektur tradisional daerah Bali selalu dipenuhi hiasan, berupa ukiran, peralatan serta pemberian warna. Ragam hias tersebut mengandung arti tertentu sebagai ungkapan keindahan simbol-simbol dan penyampaian komunikasi. Bentuk-bentuk ragam hias dari jenis fauna juga berfungsi sebagai simbol-simbol ritual yang ditampilkan dalam patung.
ASIMILASI DAN AKULTURASI :
Akulturasi
Bentukan budaya “baru” dari keragaman komunitas terhadap penggunaan sarana keagamaan seperti; umbul-umbul, kober, bandrangan, tumbak, mamas, payung pagut, payung robrob, Penawesange, dan Dwaja
tidak terlepas dari adanya interaksi dan internalisasi pendukungnya.
Kronologis kebudayaan Bali, kalau ditinjau dari persepektif historis, dapat dirunut menjadi tiga tradisi pokok, yaitu tradisi kecil, tradisi besar, dan modern. Tradisi kecil yang dimaksud adalah kebudayaan yang berorientasikan Bali lokal dengan ciri-ciri tertatanya sistem pengairan oleh kelompok-kelompok organisasi nonformal yang disebut subak dan berternak dengan tujuan untuk keperluan upacara maupun memenuhi kebutuhan keluarga serta membuat barang-barang/peralatan rumah dan sarana keagamaan. Dalam tradisi besar telah terjadinya akulturasi antara kebudayaan Bali lokal dengan kebudayaan Hindu Jawa yang melahirkan kebudayaan Bali tradisi. Ciri-cirinya adalah adanya kekuasaan terpusat lewat konsep Dewa Raja. Raja dianggap sebagai inkarnasi Dewa dengan segala kelebihannya dibandingkan rakyat kebanyakan. (I Wayan Geriya, 2000 : 2).
Terbentuknya Budaya Bali Tradisi diikuti pula terjadinya sistem penanggalan (kalender Hindu-Jawa) arsitek dan kesenian yang bermotif Hindu dan Budha. Kebudayaan Bali tradisi ini sebuah refleksi dari budaya ekpresif, dominannya nilai religius, nilai estetis dan solidaritas, sebagai inti kebudayaan Bali. Perbedaan antara bagian inti suatu kebudayaan dengan bagian perwujudan lahirnya, dapat dilihat dari beberapa ciri seperti yang ada pada inti kebudayaan misalnya: 1). Sistem nilai, 2). Keyakinan keagamaan yang dianggap keramat, 3). Adat yang sudah dipelajari sangat dini dalam proses sosialisasi individu warga masyarakat, 4). Adat mempunyai fungsi yang terjaring dalam masyarakat, sedangkan bagian akhir dari suatu kebudayaan fisik, alat-alat, benda-benda yang berguna, ilmu pengetahuan, tata cara dengan segala tekniknya, untuk memberi kenyamanan. (Koentjaraningrat, 1990: 97). Bagian akhir dari terbentuknya kebudayaan yaitu kebudayaan fisik, oleh masyarakat Bali masih terpelihara dan dirawat dengan baik. Kiat-kiat perawatan dan pelestarian warisan tersebut dilakukan dalam bentuk upacara ritual yang disebut dengan otonan atau odalan yang datangnya enam bulan sekali / 210 hari sekali. Khusus bagi masyarakat Hindu di Bali, selain diwariskan kebudayaan berbentuk fisik, yang lebih berharga dan bermanfaat adalah adanya suatu tatanan dan tuntunan “wajib” cara-cara atau alokasi waktu perawatan/pemeliharaan secara berkelanjutan.
Menurut Mudji Sutrisno, seni tradisi selalu akan digali dan dikembangkan ketika bertemu dengan seni-seni kontemporer atau pendatang baru. Seni tradisi berarti seni yang berfungsi untuk upacara keagamaan serta fungsi lokal yang erat dengan adat etnik religiusitas setempat. Seni ini akan hidup dan berkembang sehat kalau kondisi masyarakat pendukungnya memerlukan. (Mudji Sutrisno, 2009: 110). Pendapat ini tidak jauh beda dengan kesimpulan yang diungkapkan oleh Edy sedyawati terhadap keberlanjutan seni-seni yang ada di Bali. Beliau sangat berkeyakinan bahwa seni apapun di Bali akan terus berkembang dan lestari semasih orang Bali menganut agama Hindu, dimana upacara ritual agama Hindu bersinergi bersama karya seni dalam upaya menjaga kelestariannya.
Asimilasi
Kami belum melihat asimilasi untuk kebudayaan bali.